Terpeleset


PanditFootball- Pertandingan antara Liverpool melawan Chelsea di Anfield pada Bulan April, di saat Liverpool sedang di atas angin untuk menjadi juara Liga Primer Inggris, bersaing dengan Manchester City.

Kebetulan sekalitiga kali situasi ini terjadi pada 2014 dan 2019. Sayangnya hanya ada satu momen yang menghantui para pendukung Liverpool jika mengingat situasi yang seolah déjà vu ini: Steven Gerrard terpeleset pada 27 April 2014.

Mundur sejenak ke 13 April 2014, Liverpool bertanding melawan Manchester City di Anfield. Setelah itu Liverpool dijadwalkan bertanding melawan Norwich City (tandang), Chelsea (kandang), Crystal Palace (tandang), dan Newcastle United (kandang).

Pada pertandingan tersebut The Reds berhasil menang 3-2 atas Man City. Itu bukan hanya menjadi pertandingan dan kemenangan yang luar biasa bagi The Reds, melainkan juga membuat Liverpool berada sangat dekat dengan trofi Premier League setelah 24 tahun terpisah.

Saat waktu penuh, Gerrard—sang Kapten Liverpool—menangis terharu. Dia kemudian dikerubungi rekan-rekan satu kesebelasannya, dan memberi pidato penyemangat: “Hey! This does not fucking slip now! Listen! This does not fucking slip.” Atau dalam bahasa Indonesia: “Hey! [Gelar Premier League] ini tak akan terpeleset sekarang! Dengar! Ini tak akan terpeleset,” meski “slip” di sini lebih pas diartikan “lepas dari genggaman”.

Sangat menarik mendengar kata yang dipilih oleh Gerrard pada pidato agung tersebut. Sebuah kata sakti: “terpeleset”.

Liverpool Terlalu Jemawa Menghadapi Tim Pelapis Chelsea
Pada buku otobiografinya, My Story, Gerrard mempersembahkan kejadian terpelesetnya Liverpool untuk menjadi juara Liga Primer 2013/14 dalam satu bab khusus yang dia beri judul “The Slip” (“Terpeleset” dalam otobiografi terjemahan berbahasa Indonesia).

Setelah pidato mengharukan itu—yang pastinya membuat hati para pendukung Liverpool bergetar—Liverpool menang mendebarkan dengan skor 3-2 melawan Norwich di Carrow Road. Pertandingan selanjutnya mempertemukan mereka dengan Chelsea pada 27 April 2014. Ini bukan pertandingan biasa, karena Liverpool bisa memastikan gelar juara jika mereka berhasil menang.

Pada saat itu Liverpool dan Chelsea dipisahkan dengan jarak lima poin, sementara Man City berada di belakangnya dengan selisih enam poin dari Liverpool. Bedanya, Man City masih menyimpan satu tabungan pertandingan (bertandang ke Everton) dan juga memiliki selisih gol yang superior.

Kalau mau main aman, sebenarnya kesebelasan yang saat itu diasuh Brendan Rodgers tersebut tak perlu menang melawan Chelsea. Mereka cukup bermain imbang saja untuk menjaga peluang juara di sisa dua pertandingan berikutnya. Apalagi Liverpool juga seperti didukung situasi lainnya, karena sepanjang pekan itu José Mourinho—Manajer Chelsea saat itu—sedang uring-uringan.

Chelsea dijadwalkan bermain di Anfield hanya tiga hari sebelum leg kedua semifinal Liga Champions UEFA melawan Atlético Madrid (mereka bermain imbang tanpa gol di leg pertama di Madrid, dan akhirnya juga gagal melaju ke final). FA seharusnya bisa mendukung keterlibatan kesebelasan Inggris di Eropa dengan menggeser jadwal pertandingan Liverpool vs Chelsea, tapi FA tak melakukannya.

Mourinho mengancam akan menurunkan tim lemah sebagai bentuk protes. “Aku menerima dengan senang hati jika Chelsea menurunkan tim pelapis saat melawan kami,” kata Gerrard, yang sebenarnya cedera bahu sebelum pertandingan itu dan dipaksa tampil dengan banyak injeksi.

“Kami tak akan ikut ambil bagian. Kami tak akan menjadi kesebelasan yang mendorong Liverpool menjadi juara,” kata Mourinho, dikutip dari The Independent. Mark Schwarzer yang saat itu menjadi penjaga gawang pelapis Chelsea, menambahkan: “Jalan ke stadion [Anfield] atmosfernya seperti karnaval.”

“Mereka ingin kita (Chelsea) menjadi badut di sirkus ini. Sirkusnya memang di sini: Liverpool akan menjadi juara [jika menang],” kata Mourinho pada pertemuan tim jelang pertandingan tersebut. “Tapi kita tak akan menjadi badut.”

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak